Dalam kegairahan remaja Islam dewasa ini masih banyak yang merayakannya. Pada mulanya orang-orang Romawi merayakan acara untuk memperingati suatu hari besar mereka yang jatuh pada tanggal 15 Februari, mereka menamakannya “Lucipercalia”. Peringatan ini dirayakan untuk memperingati Juno ( Tuhan wanita dan perkawinan), serta Pan (Tuhan dari alam ini) seperti apa yang mereka percayai. Acara ini berisi pesta antara muda-mudi, lelaki dan perempuan yang memilih pasangannya masing-masing dengan menulis nama yang dimaksudkan dalam jambangan kemudian diundi. Pasangan masing-masing saling tukar-menukar hadiah sebagai manifestasi cinta mereka. Acara ini diteruskan dengan berbagai macam pesta dan huru-hara bersama pasangan masing-masing sampai pagi.
Setelah penyebaran agama Kristian, para pemuka gereja cuba memberikan pengertian ajaran Kristian terhadap perayaan para pemuja berhala itu. Pada tahun 496 Masehi, Paus Gelasius ( Pope Gelasius) mengganti peringatan Lupercalia itu menjadi Saint Valentine's Day, iaitu hari kasih sayang untuk orang-orang suci dengan memindahkan harinya pada tanggal 14 Februari sebagai penghormatan bagi seorang pendeta Kristian yang dihukum mati pada tanggal tersebut. Sehingga sekarang acara tersebut terus diperingati. Dalam sejarah perayaan Valentine, para sejarawan tidak setuju dengan adanya usaha untuk menghubungkan hal itu dengan St Valentine yang hidup di Rom pada zaman pemerintahan Kaisar Caludius II (268-270). St Valentine ini ditangkap oleh orang-orang Rom dan dimasukkan ke dalam penjara, kerana dituduh membantu salah satu pihak untuk memusuhi dan memburu orang Kristian. St Valentine ini kononnya berhasil mengubati puteri penjaga penjara yang buta. Akhirnya pada tahun 270 orang Rom memenggal kepalanya di Palatine (bukit Palatine ) dekat Altar Juno.
Dalam kaitannya dengan acara Valentine Day, banyak orang mengaitkan St Valentine yang lain. Dia adalah seorang bishop di Terni, satu tempat kira-kira 60 batu dari Rom. Dia juga diburu kerana memasukkan sebuah keluarga Rom ke dalam agama Kristian. Kemudian ia dipancung di Roma sekitar 273 Masehi.
Sikap Seorang Muslim terhadap Valentine's Day
Bagi seorang Muslim, segala perbuatannya telah mempunyai hukum dan wajib baginya untuk mengetahui hukum satu perbuatan sebelum perbuatan tersebut dilaksanakannya. Sebagaimana satu kaedah syara' (kaedah Fiqh) yang menyatakan Asal (pokok/dasar) sesuatu perbuatan adalah terikat dengan hukum-hukum Syara'
Begitu pula untuk 'berkasih-sayang' versi “Valentine”an ini, haruslah diketahui terlebih dahulu hukumnya, lalu diputuskan apakah akan dilaksanakan atau ditinggalkan. Dengan melihat dan memahami asal-usul serta realiti pelaksanaan Valentine's Day, sebenarnya perayaan ini tidak ada sangkut pautnya sedikitpun dengan corak hidup seorang Muslim. Tradisi tanpa dasar ini lahir dan berkembang dari segolongan manusia (kaum/bangsa) yang hidup dengan corak yang sangat jauh berbeza dengan corak hidup berdasarkan syariat Islam yang agung. Jika kita fahami nas-nas syara' dengan lebih mendalam, akan kita dapati aturan yang tegas terhadap masalah ini.
Seperti Firman Allah SWT dibawah ini :
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan diminta pertangggungjawaban.
(QS. Al Isra' : 36)
Juga firman Allah SWT;
“Sesungguhnya jika kamu mengikuti keinginan mreka setelah datang ilmu kepada kamu (keterangan-keterangan), sesungguhnya kalau demikian termasuk golongan orangg-orang yang zalim”.
(QS. Al Baqarah : 145)
Untuk itu marilah kita meneliti erti semua itu setelah kita mendapatkan pemahaman tentang Valentine Day tersebut. Semoga kita tidak menutup mata dan telinga setelah mengetahui perkara ini. Berdoalah semoga Allah SWT tidak akan menutup mata hati kita, kerana orang yang paling rugi ialah orang yang berusaha menutup pancaindera mereka setelah datangnya ilmu dan keterangan. Dan yang lebih parah lagi jika seandainya mata hati kita telah ditutup oleh hawa nafsu mereka. Perlu difahami bahawa syariat Islam datang dari Allah SWT untuk menerangi umat manusia dari kegelapan, dan ianya tidak boleh disandarkan pada asas manfaat di mana penentuan manfaat atau tidaknya sesuatu adalah bersifat relatif.
Kesimpulan
Islam adalah 'cara hidup' yang khusus dan unik dalam kehidupan ini. Ini telah disimpulkan oleh Muhammad Ismail dalam kitabnya Fikrul Islami tentang hakikat ajaran Islam. Menurutnya, sebagai umat yang memiliki peraturan hidup yang unik dan berbeza dengan sistem manapun, sangat memungkinkan kita sebagai pemeluknya untuk berdikari, produktif dan tidak boleh 'menciplak' ajaran umat yang lain. Sabda Rasullullah saw.
"Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka dia termasuk dari golongan mereka".
(HR Abu Daud dan Imam Ahmad dari Ibnu Umar.)
"Tidak termasuk golongan ku orang-orang yang menyerupai selain golongan umat ku (umat Islam)".
(HR Tirmidzi dari Amru bin Syu'aib dari ayahnya dari datuknya.)
"Jangan kalian menyerupai orang-orang Yahudi dan Nasrani.."
(HR Tirmidzi.)
Hadis-hadis di atas menunjukkan larangan meniru-niru gaya hidup suatu kaum yang bertentangan dengan ajaran Islam. Bermula daripada masalah akidah sehinggalah urusan syariat. Dalam masalah hari raya(hari kebesaran) misalnya, Islam melarang kita mengikut atau menghadiri hari raya umat lain. Begitu pula dengan urusan pakaian, potongan rambut dan urusan-urusan lain dalam kehidupan ini tidak boleh dari ajaran agama lain.
Semestinya kita mempunyai cara hidup kita sendiri. Tidak perlulah kita menoleh ke kiri dan memandang ke kanan kerana Islam adalah satu-satunya cara hidup yang komprehensif dan sempurna yang diturunkan/diwahyukan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW untuk mengatur hubungan manusia dengan tuhannya, hubungan manusia dengan dirinya sendiri dan hubungan manusia dengan sesamanya. Rasulullah SAW menjadi contoh tauladan yang terbaik bagi kehidupan seorang muslim dengan tegas memperingatkan kita agar jangan mengikuti corak hidup kaum/bangsa lain, sebagaimana dalam sabdanya:
“Tidak akan terjadi kiamat sebelum umatku menerima (mengikuti) apa-apa yang dilakukan oleh bangsa-bangsa terdahulu (pada masa silam), selangkah demi selangkah, sehasta demi sehasta. Di kalangan sahabat ada yang bertanya: Ya Rasullah yang dimaksudkan (di sini) seperti bangsa-bangsa Persia dan Romawi? Rasulullah menjawab:Siapa lagi (kalau bukan mereka)?”.
( Hadis riwayat Bukhari, dari Abu Hurairah.)
Imam Ibnu Hajar Atsqalani, menerangkan makna ikut-ikutan dalam hadis ini adalah dalam masalah-masalah aturan kehidupan, baik individu maupun kemasyarakatan. Renungkanlah kenyataan Ibnu Khaldun, seorang ahli sosiologi yang terkemuka pernah berkata:
"Yang kalah cenderung mngekori yang menang, dari segi pakaian, kenderaan, bentuk senjata yang dipakai, malah meniru dalam setiap cara hidup mereka, termasuk di sini adalah mengikuti adat-istiadat mereka, bidang seni, seperti seni lukis dan seni pahat (patung berhala), baik di dinding-dinding, pabrik-pabrik atau di rumah-rumah".
Sekiranya kita memahami keadaan umat Islam di saat ini, dan makna kenyataan Ibn Khaldun kita dapati kesesuaiannya. Memang benar umat Islam kini berada dalam posisi yang teramat rendah, yang semua ini disebabkan kita tidak lagi taat dan patuh kepada aturan Allah SWT. Saat ini kita secara membabi -buta meniru apa-apa saja yang diberikan oleh Barat serta aturan-aturan yang batil, hampir dalam semua aspek kehidupan. Yang tersisa dari kaum muslimin saat ini hanyalah dari aspek ibadah ritual semata-mata. Sedangkan aspek-aspek Islam yang lainnya (kehidupan sosial-kemasyarakatan, ekonomi , kebudayaan dan lain-lain) umumnya tidak diterapkan, bahkan tidak dipedulikan dan yang lebih teruknya lagi langsung tidak diketahui oleh umat Islam sendiri.
Wahai kaum muslimin, khususnya generasi muda Islam yang terkeliru dengan permasalahan ini, akan tetapkah kita redha dengan keadaan ini? Tidakkah kita takut atas murka Allah SWT bagi hamba-hambaNya yang tidak mahu melaksanakan semua aturanNya?
Permasalahan ini akan hanya dapat diperbetulkan dengan tertegaknya Khilafah. Di mana sistem yang diterapkan secara keseluruhannya dalam sistem Khilafah akan memastikan individu dan masyarakat Islam akan terus hidup di atas landasan syariat Allah SWT. Umat Islam yang dipayungi oleh Khilafah tidak akan dibiarkan terus-terusan disuntik dengan fahaman-fahaman kufur, ini adalah kerana Khalifah bagi Daulah Islamiah merupakan pemelihara bagi rakyatnya.
Hadis Rasullulah saw
"Ketahuilah! Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap akan ditanya tentang kepimpinan mu. Seorang amir yang berkuasa terhadap rakyat akan ditanya tentang kepimpinannya" (HR Ibnu Umar r.a)
Bangkitlah umat ku kearah mengembalikan semula kehidupan Islam di muka bumi Allah swt ini dengan tariqah yang telahpun ditunjukkan oleh Rasullulah saw kepada kita iaitu dengan menegakkan “Sistem Khilafah”, di mana sistem ini akan memberikan suatu kehidupan yang sebenarnya kepada manusia.
Firman Allah swt:
"Hai orang-orang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu memberikan kehidupan kepada kamu"
(QS. Al Anfaal: 24)
"aku ambil dari blOg pindank seOrang :)"
Kamis, April 30, 2009
Sejarah "Valentine's Day"
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
mOnggO ninggalaken kOmentar njiiih